Selasa, 13 Juli 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN KARDIOVASKULER DAN PULMONAL

A. PENUAAN PADA SISTEM PULMONAL

Penuaan adalah universal yang mengubah cadangan fisiologis individu dan kemampuan untuk mempertahankan homeostatis, khususnya pada saat stres (misalnya komdisi sakit). Sebagian besar perubahan normal yang dihubungkan dengan penuaan terjadi secara bertahap, sehingga lansia dapat beadaptasi. Perubahan yang paling banyak ditemukan adalah yang berhubungan dengan keterbatasan fisiologis. Lansia dapat mempertahankan homeostatis, tetapi bahkan kerusakan yang kecil dapat mengganggu keseimbangan yang tidak pasti ini.

PENUAAN NORMAL
Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap perubahan fungsi pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia dan menurunnya refleks batuk dan muntah mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan perlindungan pada system pulmonal.
Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Atrofi otot-otot pernapasan pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut turut berperan dalam penurunan konsumsi ksigen maksimum. Perubahan-perubahan pada intertisium parenkim dan penurunan pada daerah permukaan alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen. Perubahan-perubahan ini, bila dikombinasikan dengan sekitar 50% pengurangan respon hipoksia dan hperkatmia pada usia 65 tahun, dapat mengakibatkan penurunan efisiensi tidur dan kapasitas aktivitasnya.
Implikasi klinis dari perubahan system respirasi sangat banyak. Perubahan structural, fungsi pulmonal, dan perubahan system imun mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi, kanker paru, emboli pulmonal, dan penyakit kronis seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
Patofisiologi Gangguan Yang Sering Terjadi
Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Infeksi saluran pernapasan bawah adalah infeksi paru kedua pada kelompok lansia dan pneumonia merupakan penyebab kematian utam oleh proses infeksi. Pembersihan jalan napas yang tidak efektif, peningkatan kolonisasi, dan gangguan respons system imun pada lansia dapat mencapai puncaknya dengan pneumonia. Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi akuisisinya: yang dapat diperoleh dari komunitas, nosokomial (diperoleh dari RS), aspirasi dan yang diperoleh dari panti jompo.
Pneumonia menyerang jalan napas terminal. Organisme yang menyerang akan bertambah banyak dan melepasakn toksin yang memicu respon inklamsi dan respon imun. Setelah itu, mediator biokimia dilepaskan yang merusak membrane mukosa bronkus dan membrane alveolokapiler, menyebabkan edema. Acini (bronkeolus respiratorius, duktus alveolis, dan alveolus) dan bronkiolus terminalis dipenuhi dengan debris infeksi dan eksudat.
Lansia yang berada di institusi perawatan cnderung untuk mengalami pneumonia karena perubahan kesadaran (stroke dan sedasi) yang dapat meninggalkan jalan napas tanpa perlindungan. Mereka juga mengalami gannguan mobilitas, yang turut berperaan terhadap ketidakefektifan respirasi. Lansia yang baru mengalami infeksi virus (yaitu influenza) beresiko tinggi karena infeksi virus meningkatkan penempelan mukosa pada infeksi bakteri dan virus. Infeksi virus juga dapat mengganggu transport mukosilia.
Adalah suatu pertumbuhan epidemic diantara lansia yang merupakan segmen pertumbuhan tercepat pada populasi amerika serikat. Tuberkolosis (TB) disebabkan oleh micobakterium tuberculosis, dan basil tahan asam. Penularan khususnya melalui droplet yang terhirup. Mikroorganisme ini biasanya mengambil tempat pada bagian apeksparu. Mikroorganisme akan bertambah banyak dan menyebabkan pneumonisitis yang memicu respon imun. Neutrofil dan makrofag yang menutupi dan meliputi basil-basil, mencegah penyebaran lebih lanjut. Penutupan tersebut menyebabkan pembentukan tuberkel granuloma. TB akan tetap dorman atau mengalami reaktivasi, atau mungkin tidak pernah dapat diatasi karena gangguan respon imun. Munculnya penyakit ini pada lansia adalah tidak khas.
Kanker Paru
Penyebab kematian utama yang berhubungan dengan kanker pada wanita dan pria adalah kanker karoigenik. Angka insidensi telah meningkat secara tetap, dengan peningkatan paling besar terjadi pada wanita.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
PPOK adalah penyebab utama kematian kelima pada lansia. PPOK meliputi tiga kondisi yang terjadi dalam satu bentuk umum, yaitu obstruksi aliran ekspirasi. Jika proses obstruksi dapat diperbaiki, hal itu disebut asma, jika obstruksi dihubungkan dengan hipersekresi mucus, hal ini disebut bronchitis kronis, dan jika terdapat kerusakan jaringan alveolar, hal ini dikenal dengan emfisema.
Asma adalah obstruksi jalan napas yang dapat diperbaiki, yang dipicu oleh respon berlebihan jalan napas yang dihubungkan dengan inflamasi. Pemicu inflamasi dapat berupa virus, bakteri atau alergi. Pelepasan mediator inflamasi menyebabkan otot polos bronkus mengalami spasme, kongesti vaskuler, peningkatan permeabilitas, kebocoran vaskuler dan pembentukan edema.
Asama seringkali tidak dikenali pada lansia, walaupun separuh dari lansia mengalami perkembangan penyakit ini setelah berusia 65 tahun. Lansia penderita asama sering mengalami penurunan parameter fungsi pulmonal yang lebih besar dan disfungsi reseptor β-adrenergik. Asma yang terjadi dalam waktu yang lama dapat mengarah pada obstruksi aliran napas yang tidak dapat diperbaiki.
Bronchitis kronis adalah batuk kronis yang terjadi minimal 3 bulan dalam 1 tahunatau setidaknya 2 tahun. Batuk yang dihubungkan dengan bronchitis kronik disebabkan oleh dihipersekresi bronkus. Hyperplasia dan hipertropi kelenjar mucus dan hipertrofi otot polos bronkus menyumbat jalan napas, menyebabkan jalan napas kolaps selama ekspirasi. Kontributor utama terhadap perkembangan penyakit ini adalah infeksi yang berulang-ulang atau cedera ( inhalasi polutan dan merokok)
Enfisema dapat berkembang sebagai respon terhadap kondisi-kondisi tersebut atau terjadi secara independent. Obstruksi terjadi sebagai akibat dari perubahan pada jaringan paru, khususnya pembesaran acini yang disertai ddengan kerusakan dinding alveoli. Dengan kerusakan jaringan alveoli, terjadilah udara yang terjebak dan hilangnya recoil elastis.
PPOK dikarakteristikan oleh batuk, dipsnea, napas penek, dan penurunan toleransi terhadap aktivitas. Batuk yang berkaitan dengan bronchitis kronis terlihat jelas, peningkatan sputum, yang pada emfisema jumlah sputum sedikit. Emfisema menyebabkan peningkatan diameter antero-posterior dada, pendataran diafragma, dan berkurangnya suara napas. Pada bronchitis kronis tidak terdapat perubahan konfigurasi dada, diafragma normal, dan suara napas termasuk ronki. Suara mengi merupakan karakteristik dari asma, tetapi bronkospasme dapat ditemukan pada enfisema maupun pada bronchitis kronik.
Emboli Paru
Sekitar 10 sampai 30 % lansia yang dirawat di rumag sakit atau di rumah perawatan ditemukan mengalami emboli paru setelah dilakukan autopsy. Factor fredisposisinya meliputi kondisi hiperkoagulasi, gagal jantung, disritmia, kanker, imobilitas, dan prosedur ortopedik, yang semuanya ini sering terjadi pada lansia.
Patogenesisnya adalah stasis vena dan pembentukan thrombus dan embolus. Ketika embolus memasuki sirkulasi pulmonal dan menyumbat sebuah pembuluh darah, vasokontriksi hipoksi terjadi, yang menyebabkan hipertensi pulmonal dan hipotensi sistemik. Akhirnya penurunan surfsktan, edema paru, dan atelektasis terjadi.Hanya 10% emboli paru menimbulkan infark. Jika suatu infark terjadi, biasanya terjadi dengan gagal jantung kongestif, infeksi, atau penyakit paru kronis. Jika emboli cukup besar kematian dapat terjadi.

Manifestasi Klinis
Walaupun terdapat manifestasi spesifik untuk setiap gangguan. Manifestasi klinis dari disfungsi pulmonal termasuk dispnea, pola napas yang abnormal, batuk, hemoptisis, sputum yang abnormal, sianosis dan neri dada, gejala-gejala ini adalah temuan yang konsisten pada lansia, tetapi seperti halnya kondisi-kondisi yang telah dibahas lansia jelas akan menunjukkan manifestasi yang berbeda dengan pasien yang lebih muda.
Pneumonia
Tiga hal klasik yaitu batuk, demam dan nyeri pada pleura mungkin tidak terdapat pada lansia. Perubahan yang menyertai seperti peningkatan kecepatan pernapasan (lebih dari 25 kali permenit) peningkatan produksi sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya nafsu makan dan hipotensi (sistolik kurang dari 100 mmHg) mungkin merupakan petunjuk untuk diagnosa pneumonia. Beberapa tanda dan gejala ini merupakan akibat sepsis yang umumnya terjadi dengan pneumonia.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya suara paru tambahan ( suara ronki krepitasi pada saat inspirasi), suara peka pada saat perkusi, dan peningkatan pada fremitus taktil.

Tuberkulosis
Tampilan klinis pada lansia tidak khas dan oleh karena itu mungkin tidak diketahui atau salah diagnosis. Batuk kronis, keletihan, dan penurunan berat badan sering dihubungkan dengan penuaan dan penyakit yang menyertai. Pola radiografi diinterpretasikan sebagai kanker bronkogenik atau pneumonia. Tampilannya mwmiliki keterlibatan lobus medial dan lobus bawah dengan sedikit lubang. Untuk diagnosis definitisnya adalah spesimen sputum segar pada pagi hari selama 3 kali untuk apus sputum dan kultur basil tahan asam, M. tuberculosis. Jika lansia tidak mampu memberikan spesimen yang adekuat, tekhnik inhalasi aerosol dengan menggunakan salin hipertonik dapat dilakukan. Bronkoskopi dengan pencucian bronkus dan bilas alveolar mungkin berguna
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Penyakit ini dikarakteristikkan oleh batuk, dispnea, napas pendek, dan penurunan toleransi terhadap aktifitas. Batuk terlihat jelas, peningkatan sputum. Penyakit ini digambarkan dalam tiga manifestasi klinis yaitu emfisema, asma, dan bronchitis kronis. Dari ketiga penyakit itu, asma merupakan penyakit yang biasanya salah diagnosis. Asma ini meupakan penyakit obstruksi jalan napas yang dapat diperbaiki, tetapi pada lansia mungkin terdapat beberapa obstruksi yang menetap, dan metakolin kurang bermanfaat pada lansia tanpa memperhatikan timbulnya asma. Gejala asma biasanya batuk kronis, mengi ekspirasi memanjang, dan penurunan puncak kecepatan aliran udara. Beberapa kali kondisi lansia seperti ini didiagnosis sebagai gagal jantung kongestif, pneumonia, atau kanker bronkogenik.

Emboli Paru
Penampilan yang khas dari emboli paru adalah awitan takipnea, dispnea, nyeri pleuritik, batuk dengan hemoptisis, demam derajat rendah (37,7 sampai 38,3º C) yang terjadi tiba-tiba dan perkembangan lebih lanjut berupa gesekan friksi pada pleura. Awitan fibrilasi atrium yang tiba-tiba mungkin merupakan emboli paru. Tes diagnostik termasuk pemeriksaan gas darah arteri (hipoksemia), radiografi ( bentuk khas infiltrasi perifer seperti kampak), penipisan ventilasi perfusi pulmonal ( penurunan perfusi dengan ketidaksesuaian ventilasi perfusi), dan arteriografi pulmonal.
Manifestasi klinis dari pneumonia yaitu batuk, demam, dan nyeri pada pleura mungkin tidak terdapat pada lansia. Perubahan yang menyertai seperti peningkatan kecepatan pernapasan (lebih dari 25 kali permenit), peningkatan produksi sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya napsu makan, dan hipotensi (sistolik kurang dari 100 mmHg) mungkin merupakan petunjuk untuk diagnosis pneumonia. Beberapa tanda dan gejala ini merupakan akibat sepsis yang pada umumnya terjadi dengan pneumonia.
Manifestasi kinis dari emboli paru adalah awitan takipneu, dispnea, nyeri pleuritik, batuk dengan hemoptisis, demam derajat rendah (37,7 sampai 38,3 C) yang terjadi tiba-tiba dan perkembangan lebih lanjut berupa gesekan friksi pada pleura. Awitan fibrilasi atrium yang tiba-tiba mungkin merupakan emboli paru. Tes diagnostic termasuk pemeriksan analisa gas darah (hipoksemia), radiografi (bentuk khas infiltrasi perifer seperti kapak), penapisan ventilasi perfusi pulmonal (penurunan perfusi dengan ketidaksesuaian ventilasi erfusi), dan arteriografi pulmonal.
Manisfestasi klinis dari TB pada lansia tidak khas. Batuk kronik, keletihan, dan kehilangan berat badan dihubungkan dengan penuaaan dan penyakit yang menyertai. Pola radiografi diinterpretasikan sebagai kanker bronkogenik atau pneumonia. Selain memeiliki tampilan infiltrate apical yang khas, lansia memiliki keterlibatan lobus medial dan lobus bawahdengan sedikit lubang.

Pengkajian
Informasi subjektif yang menunjukkan masalah pulmonal termasuk informasi tentang batuk, napas pendek, nyeri dada ketika bernapas, riwayat masalah respirasi, merokok dan terpajan lingkungan.setiap gejala harus dieksplorasi awitan terjadinya, durasi, frekuensi, karakter gejalanya, factor presipitasi, factor-faktor yang mengurani gejala, pengobtan masa lalu dan saat ini, rangkaian gejal (lebih baik,lebih buruk), dan efek terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari. Pertanyaaan tentang perilaku perawatan diri seperti foto roentgen terakhir, penapisan untuk TB, dan imunisasi (vaksin influenza setiap tahun dan satu kali vaksin pneumokokus) harus dimasukkan ke dalam pengumpulan data.
Data objektif berupa inspeksi meliputi kulit dan warna membrane mukosa, kontur dasar kuku, bentuk toraks, dan konfigurasi. Lansia mungkin mengalami kifosis, yang turut berperan dalam peningkatan diameter antero-posterior, menghasilkan dada berbentuk tong. Evaluasi karakter dan usaha untuk bernapasharus termasuk inspeksi untuk penggunaan otot-otot tambahan (sternokleidomastoid, trapezius, dan interkostal). Walaupun dinding dada menjadi kaku seiring pertambahan usia, ekspansi seharusnya tetap simetris. Hasil palpasi harus menunjukkan pengembangan pada saat respirasi dan fremitus taktil yang seimbang.
Perkusi yang resonan merupakan hal yang normal, tetapi pada sebagian lansia yang sehat, suara yang terdengar adalah hipersonan. Sebelum memulai auskultasi, pasien harus memulai napas dalam dan batuk untuk membersihkan jalan napas dan mengembangkan bagian dasar alveoli. Pasien harus duduk selama pemeriksaan untuk memungkinkan ekspansi penuh pada bagian dasar paru. Suara napas vesikuler terdengar pada sebagian besar bagian posterior paru. Intensitas suara napas dapat berkurang akibat perubahan pada dinding dada dan penurunan usaha untuk inspirasi pada lansia.


MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari disfungsi pulmonal biasanya dispnea, pola napas yang abnormal, batuk, hemoptisis, sputum yang abnormal, sianosis, dan nyeri dada. Gejala-gejala ini yang sering terjadi pada lansia.

Pneumonia
Petunjuk untuk diagnosis pneumonia adalah perubahan yang menyertai seperti peningkatan kecepatan pernapasan (lebih dari 25 kali per menit), peningkatan produksi sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya nafsu makan, dan hipotensi ( sisitolik kurang dari 10 mmHg). Pada pemeriksaan fisik menunjukkan adanya suara peru tambahan ( suara ronkhi krepitasi pada saat inspirasi), suara peka pada saat perkusi, dan peningkatan fremitus taktil. Dat laboratorium seperti hitung darah total harus diperiksa untuk mengetahui adanya leukositosis. Oksimetri nadi sangat berguna dalam mengevaluasi saturasi oksigen tetapi bergantung pada volume dan sirkulasi darah yang adekuat. Spesimen sputum dapat berguna dalam mengidentifikasi organisme, tetapi cara ini sering terkontaminasi dengan flora normal mulut. Hal yang penting bahwa banyak lansia yang mengalami pneumonia multiorganisme.
1. Pencegahan Primer
Bahaya Interpersonal
Penurunan fungsi pulmonal dapat dipercepat dengan merokok. Merokok turut berperan terhadap terjadinya penyakit pulmonal dan memiliki hubungan dengan kanker dan penyakit kardiovaskuler. Merokok adalah factor resiko yang dapat dihilangkan dan berhenti merokok dapat memberikan efek yang menguntungkan bahkan pada lansia. Factor resiko lain untuk penyakit pulmonal termasuk gangguan mobilitas, obesitas, dan pembedahan. Ketiga hal ini turut berperan terhadap gangguan ventilasi melalui ekspansi paru yang tidak adekuat.
Bahaya Lingkungan
Polusi udara memiliki dampak yang negatif pada sisitem pulmonal dan, seperti merokok, memiliki efek kumulatif, dengan suatu peningkatan resiko jika terpajan secar berulang-ulang. Polutan terbagi dalam empat kategori: sisa bahan bakar, emisi kendaraan, pestisida, dan polutan-polutan yang lain. Lansia lebih cenderubg untuk mengalami konsekuensi dari polusi karena adanya kelemahan pada system pulmonalnya dan karena zat yang berbahaya di tempat kerja dan lingkungan. Bahaya lain yang dikenal adalah perokok pasif. Dalam asap rokok ditemukan kandungan yang terdiri atas sekitar dua kali tar dan nikotin, tiga kali benzpiren, lima kali karbon monoksida, dan lima puluh kali ammonia.

2. Pencegahan Sekunder
Pengkajian
Informasi subyektif yang menunjukkan masalah pulmonal tentang batuk, napas pendek, nyeri dada ketika bernapas, riwayat masalah respirasi, merokok dan terpajan lingkungan. Setiap gejala harus dieksplorasi awitan terjadinya, durasi, frekuensi, karakter gejalanya, factor presipitasi, factor-faktor yang mengurangi gejala, pengobatan masa lalu dan saat ini, rangkaian gejala, dan efek terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari. Pertanyaan tentang perilaku perawatan diri seperti foto rontgen terakhir, penipisan untuk TB, dan imunisasi harus dimasukkan kedalam pengumpulan data.
Data obyekttif sama tanpa memperhatikan usia, tetapi interpretasi dari data-data ini mungkin berbeda. Inspeksi meliputi kulit dan warna membran mukosa., kontur dasar kuku, bentuk toraks, dan konfigurasi. Lansia mungkin mengalami kifosis, yang turut berperan dalam peningkatan diameter anteo-posterior, menampilkan dada berbentuk tong. Evaluasi karakter dan usaha untuk bernapas harus termasuk inspeksi untuk penggunaan otot-otot tambahan. Walaupun dinding dada kaku seiing pertambahan usia, ekspansi seharusnya tetap simetris. Hasil palpasi harus menunjukkan pengembangan pada saat respirasi dan fremitus taktil yang seimbang. Perkusi yang resonan merupakan hal yang normal, tetapi pada sebagian lansia yang sehat, suara yang terdengar adalah hiperesonan. Sebelum memulai auskultasi, pasien harus mengambil napas dalam dan batuk untuk membersihkan jalan napas dan mengembangkan bagian dasar alveoli. Pasien harus duduk selama pemeriksaan untuk memungkinkan ekspansi penuh pada bagian dasar paru. Suara napas vesikuler terdengar pada sebagian besar bagian posterior paru. Intensitas suara napas dapat berkurang akibat perubahan pada dinding dada dan penurunan usaha untuk inspirasi pada lansia.
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit pulmonal atau potensial untuk mengalami masalah respirasi mempertahankan patensi jalan napas, memudahkan pertukaran gas, memaksimalkan pola napas, meningkatkan atau mempertahankan aktivitas optimal, dan memberikan edukasi.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas
Hasil yang diharapkan Tindakan Keperawatan
Klien akan mengalami pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) yang adekuat yang ditandai dengan PaO2 >60 mmHg, PaCO2 antara 35 dan 45 mmHg. Tidak ada sianosis dan tidak ada konfusi. Berikan O2 aliran rendah dengan kecepatan sesuai yang dianjurkan (biasanya 1-2 L/menit). Kaji dan catat status respirasi minimal setiap 8 jam. Minta klien untuk mengubah posisi, batuk dan melakukan napas dalam (setiap jam pada saat bangun). Pantau kadar gas arteri (konsultasi dengan dokter bila perlu). Tinggikan kepala tempat tidur (minimal 30 derajat bila mungkin). Bantu klien dengan kativitas perawatan diri sesuai kebutuhan. Berikan kembali latihan nafas (pursed-lips, abdominal). Anjurkan untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan rencanakan untuk periode istirahat. Banyak aktivitas yang dilakukan sambil berdiri dapat dilakukan sambil duduk (misalnya menyetrika, mengupas sayuran). Rujuk klien pada program rehabilitasi pulmonal.
Diagnosa keperawatan: ketidakadekuatan pembersihan jalan napas
Hasil yang diharapkan Tindakan keperawatan
klien akan mempertahankan patensi jalan napas; yang ditandai dengan tidak adanya sianosis, dan suara napas tambahan dan respirasi seimbang tidak memerlukan usaha terlalu keras dan berada dalam batas normal. Tingkatkan asupan cairan (air, jus buah, minuman ringan tanpa kafein) sampai minimal 2000 ml/24 jam (bila tidak ada kontraindikasi dengan gangguan ginjal atau jantung). Pertahankan kelembaban udara ruangan 30-50%. Kaji dan catat karakteristik batuk (nerdahak, kering, frekuensi, durasi dan waktu dalam sehari). Kaji dan catat karakteristik sputum yang dikeluarkan (jumlah, warna dan konsistensi). Berikan keperawatan mulut yang sering dengan ½ saline dan ½ peroksida (hindari menggunakan apusan gliserin lemon). Lakukan drainase postural. Pantau efek bronkodilator dan ekspektoran. Anjrukan pasien untuk melakukan napas dalam dan batuk; ajarkan batuk efektik dengan lakukan demonstrasi. Hindari memberikan cairan yang sangat panas atau sangat dingin. Kaji dan catat bunyi napas alami minimal setiap 8 jam. Ubah posisi klien minimal setiap 2 jam. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Diagnosa keperawatan: ketidakefektifan pola napas
Hasil yang diharapkan Tindakan keperawatan
Klien akan menggunakan pola pernapasan yang efektif, ditandai dengan tidak adanya penggunaan cuping hidung dan otot-otot pernapasan tambahan, dan dengan respirasi seimbang, tidak berusaha terlalu keras dan berada dalam batas normal. Secara verbal anjurkan klien untuk menggunakan pernapasan abdomen dan pursed-lips. Pertahankan oksigen dengan aliran rendahan pada kecepatan yang dianjurkan. Berikan jaminan keamanan selamam periode gawat napas (tetap bersama klien; tetap tenang). Secara verbal, berikan dorongan kepada klien untuk melakukan tekhnik relaksasi dan meditasi. Tinggikan bagian kepala tempat tidur. Kaji dan catat pola napas sedikitnya 8 jam.

B. GANGGUAN SISTEM KARDOIVASKULER

Disritmia
Insidensi disritmia atrial dan ventrikuler maningkat pada lansia karena perubahan struktural dan fungsional pada penuaan. Masalah dipicu oleh disritmia dan tidak terkoordinasinya jantung sering dimanifestasikan sebagai perubahan perilaku, palpitasi, sesak nafas, keletihan, dan jatuh.

Penyakit Vaskular Perifer
Gejala yang paling sering adalah rasa terbakar, kram, atau nyeri sangat yang terjadi pada saat aktivitas fisik dan menghilang pada saat istirahat. Ketika penyakit semakin berkembang, nyeri tidak lagi dapat hilang dengan istirahat. Jika klien mempertahankan gaya hidup yang kurang gerak, penyakit ini mungkin telah berlanjut ketika nyeri pertama muncul. Tanda dan gejala lain yaitu ekstremitas dingin, perubahan trofik (misalnya kehilangan rambut yang tidak seimbang, deformitas kuku, atrofi jari-jari dari anggota gerak yang terkena), tidak terabanya denyut nadi, dan mati rasa.
Penyakit Katup Jantung
Manifestasi klinis dari penyakit katup jantung bervariasi dari fase kompensasi sampai pada fase pascakompensasi. Selama fase kompensasi tubuh menyesuaikan perubahan pada struktur dan fungsi katup, menghasilkan sedikit tanda dan gejala yang muncul. Lnsia dapat turut berperan dalam fase ini melalui peningkatan gaya hidup yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan kurang gerak yang menempatkan tuntutan kebutuhan yang lebih kecil pada jantung untuk curah jantungnya.
Bila fase pascakompensasi dicapai, biasanya mengindikasikan disfungsi yang berat pada katup yang terpengaruh. Gejalanya bervariasi bergantung pada katup yang terlibat tetapi secara umum terdiri atas dispnea pada saat beraktivitas, nyeri dada tipe agina, dan gejala-gejala jantung kanan atau kiri atau keduanya. Murmur secara khas tedrdengr pada saat auskultasi.

PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan Primer
Studi prevalensi menunjukkan tingginya insidensi dari faktor resiko untuk penyakit kardiovaskuler di antara lansia. Peningkatan kerangka penelitian mendukung keefektifan suatu pendekatan yang agresif untuk mengurangi faktor resiko sebagai suatu mekanisme untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang dihubungkan dengan penyakit kardiovaskuler dalam kelompok usia ini. Peningkatan kualitas hidup telah ditunjukkan melaui upaya-upaya untuk meningkatkan aktivitas fisik secara teratur dan mengurangi merokok.
Merokok
Merokok temabakau mempunyai efek berbahaya bagi jantung dengan menurunkan kadar HDL, meningkatkan adhesivitas trombosit dan kadar fibrinogen, mengganti oksigen pada molekul hemoglobin dengan karbondioksida, meningkatkn konsumsioksigen miokardium, dan menurunkan ambang batas fibrilasi ventrikel selama infark miokardium. Oleh karena itu, semua pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan pendidikan tentang aspek membahayakan dari merokok dan keuntungan yang diperoleh dengan berhenti merokok pada usia berapapun.
Hiperlipidemia
Kadar kolesterol total meningkat secara bertahap seiring bertambahnya usia. Bukti peningkatan tingginya kadar kolesterol LDL dan rendahnya kadar kolesterol HDL adalah prediktor yang penting untuk penyakit arteri koroner baik pada pria ataupun wanita yang berusia di atas 65 tahun. Untuk lansia denagn penyakit koroner, peningkatan kolesterol pada dasarnya meningkatkan resiko terjadinya kembali infark miokardium atau kematian. Penurunan kadar kolesterol melalui diet rendah lemak telah terbukti efektif pada lansia. Bagi mereka yang tidak memperoleh efek yang diinginkan melalui penatalaksanaan diet, terapi obat direkomendasikan.
Diabetes mellitus dan Obesitas
Pengurangan berat badan sangat bermanfaat bukan saja untuk diabetes tetapi juga untuk hipertensi dan hiperlipidemia yang menyertainya. Lansia yang menderita diabetes dan obesitas perlu didukung dan didorong untuk mengendalikan diabetesnya secara efektif, untuk mengikuti diet penurunan berat badan secara tepat, atau keduanya untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler.
Gaya Hidup Monoton
Pada lansia terjadi penurunan tonus otot, kehilangan massa otot tak berlemak, yang digntikan dengan jaringan lemak, dan peningkatan resiko penyakit jantung. Upaya pencegahan primer yang ditujukan untuk malawan resiko ini harus difokuskan pada perubahan sikap tentang pentingnya aktivitas fisik secara teratur untuk semua usia dan meningkatkan kepercayaan bahwa ada program aktivitas yang sesuai untuk semua orang, tanpa mengabaikan tingkat kebugaran saat ini atau adanya penyakit yang menyertai.
Hipertensi
Pencegahan primer dari hipertensi esensial terdiri atas mempertahankan berat badan ideal, dietrendah garam, pengurangan stress dan latihan aerobik secara teratur. Deteksi dini dan penatalaksanaan hipertensi yang efektif penting untuk mencegah terjadinya penyakit jantung hipertensif.
Kondisi setelah menopouse
Pencegahan penyakit kardiovaskular pada wanita lansia memfokuskan pada metode sulih estrogen. Walaupun sulih estrogen efektif dalam membentu mengubah lipid pada wanita pascamenopouse tetapi teknik ini bukannya tanpa resiko, khususnya resiko kanker endometrium. Penembahan progesteron dalam regimen estrogen dapat mencegah konsekuensi keganasan dan nonkeganasan dri estrogen yang tidak dapt dilawan.
2. Pencegahan sekunder
Riwayat dan Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang menunjukkan indikasi adanya masalah sistem kardiovaskular adalah perfusi organ akhir yang buruk. Lansia dengan perfusi ginjal yang buruk pada keadaan tidak memiliki penyakit ginjal dapat mengalami penurunan haluaran urin selama lebih dari 24 jam. Tanda dan gejala tidak adekuatnya perfusi perifer dapat bervariasi dari kulit yang terasa dingin ketika disentuh, dengan menurunnya pengisian kapiler, sampai penemuan kronis seperti pingsan atau tidak adanya denyut nadi perifer, kehilangan rambut pada ekstremitas yang tidak proporsional dan ulkus yang sulit untuk sembuh. Edeme juga memiliki sumber nonkardiak yang memerlukan pembedaan untuk lansia. Perbedaan kunci termasuk distribusi cairan yang terakumulasi dan variasi diurnalnya. Edema yang berasal dari penyakit jantung merupakan edema yang lembut dan meninggalkan bekas cekungan bila ditekan, memiliki distribusi yang simetris, dan melibatkan bagian tubuh yang dependent.
Auskultasi bunyi jantung pada lansia serig sulit karena perubahan emfisema senilis pada dinding dada. Jika buyi jantung terdengar jauh atau sulit didengar, klien mungkin diposisikan miring pada sisi kirinya dengan lengan kiri menopang kepala.
Dalam pengkajian jantung pada lansia, ”abnormalitas” harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Walaupun merupakan suatu parameter pengkajian yang rutin, pengukuran tekanan darah secara akurat sangat penting untuk menghindari masalah yang berhubungan dengan penanganan hipertensi yang tidak perlu. Memberikan perhatian ketat terhadap detail ukuran manset dan terhadap aktivitas sebelum pengukuran dan mempertahankan teknik yang konsisten sangat penting untuk memperoleh hasil yang akurat.
Penatalaksanaan Keperawatan
Mengurangi Beban Kerja Jantung
Berbagai upaya keperawatan dapt turut berperan dalam mengurangi beban krja jantung dan sistem kardiovaskuler. Menyeimbangkan istirahat dan aktivitas dapat membentu mempertahankan tonus otot dan penggunaan oksigen secara efisien, yang dapat menurunkan kebutuhan jaringan terhadap darah yang mengandung oksigen.Untuk mencapai keseimbangan ini aktivitas harus terjadwal sepanjang hari.
Aplikasi langsung dari penambahan oksigen juga menurunkan beban kerja jantung dengan meningkatkan jumlah oksigen yang dibawa oleh molekul hemoglobin. Tindakan-tindakan untuk menurunkan ansietas membantu menghentikan pelepasan katekolamin yang bersikulasi yang dapat meningkatkan tuntutan kebutuhan jantung. Dengan mengurangi sirkulasi volume klien melalui pembatasan cairan atau pembatasan natrium atau keduanya atau melalui pemberian diuretik, volume darah totl yang harus dipompa oleh jantung telah berkurang. Tindakan keperawatan dependen untuk mengurangi beban kerja jantung terdiri dari pemberian agens penghambat β adrenergik untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokardium dan obat-obatan seperti vasodilator untuk mengurangi resistensi pembuluh darah perifer dari sistem arteri.
Peningkatan Fungsi
Fungsi jantung yang efektif memerlukan keseimbangan yang baik antara kontraktilitas serta kecepatan dan irama yang teratur. Upaya-upaya keperawatan untuk meningkatkan kontraktilitas termasuk memantau keseimbangan elektrolit dan memberikan suplemen yang diperlukan, memastikan keadekuatan aliran balik darah vena melalui pemantauan tekanan darsh dan keseimbangan darah dan keseimbangan cairan secara hati-hati, dan memberikan obat-obat kardiotonik seperti preparat digitalis.
Tindakan keperawatan yang kritis untuk populasi ini adalah pengkajian secara hati-hati pada efek samping atau efek yang lain yang tidak diinginkan dari preparat digitalis. Karena lansia secara spesifik sangat sensitif terhadp efek toksik dari obat-obatan ini, mereka memerlukan pengkajian yang berkelanjutan. Ahli genetik sering memberikan digoksin dosis pedriatik bagi lansia untuk memberikan dosis satu kali sehari tanpa memicu keracunan. Obat-obat yang mungkin diresepkan bersama digoksin (misalnya quanidin, verapamil, dan pada tingkatan yang lebih sedikit, nifidepin) meningkatkan kadar serum digitalis. oleh karena itu, lansia yang menerima obat-obatan kombinasi tersebut harus sering diobservasi untuk mengetahui adanya gejala-gejala overdosis.
Kecepatan dari irama jantung yang teratur sangat penting untuk fungsi yang efektif. Lansia sering memerlukan agens antidisritmia untuk menstabilkan denyut dan irama jantungnya karena hilangnya sel-sel pace-maker dalam nodus sinoatrial atau nodus attrioventrikular. Walaupun obat-obatan ini umumnya diresepkan, kebutuhan klien akan obat-obatan tersebut harus ditinjau ulang secara teratur karena adanya efek samping yang terjadi dengan penggunaan dalam waktu yang lama. Selain itu, penggunaan alat pacu jantingkatkan kemampuan jantung secara keseluruhan pada lansia yang mengalami sick sinus syndrome atau gejala bradikardia dan meningkatkan toleransi mereka terhadap aktivitas. Biasanya lansia, beradaptasi dengan baik terhadap penggunaan alat-alat ini dengan bantuan dan dukungan minimal.
Elemen kuci untuk pendokumentasian termasuk perkembangan dan resolusi tanda dan gejala dari gangguan dan respons klien terhadap terapi. Perubahan yang menyertai dalam mentasi atau peningkatan napas yang pendek selama aktivitas dapat mengindikasikan efek obat yang tidak diinginkan atau lebih memburuknya kondisi jantung. Bunyi nafas harus diauskultasi dan dicatat secara teratur. Keseimbangan cairan selama 24 jam adalah indikator awal dan sensitif terhadap perubahan status jantung (pada keadaan tidak adanya kegagalan ginjal), dan karenanya harus dipanta secara teratur, karena hubungan nilai-nilai tersebut terhadap berfungsinya sistem kardiovaskular secara efktif.
Pendokumentasian respons klien terhadap aktivitas sangat penting. Denyut jantung dan tekanan darah dicatat sebelum, selama dan setelah aktivitas. Jumlah aktivitas harus dihitung (yaitu dalam menit atau jumlah langkah-langkah yang dilakukan) untuk memberikan kesempatan dalam pengkajian dari kemajuan klien selama beberapa waktu. Selain itu, persepsi klien terhadap tingkat aktifitas, dari yang ringan sampai yang paling berat, merupakan ukuran dari beban jantung.
Diagnosis Keperawatan dan Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dihubungkan dengan sistem kardiovaskular adalah penurunan jantung.
Hasil yang diharapkan Tindakan keperawatan
• Kecepatan dan irama jantun teratur
• Tanda-tanda vital berada dalam batas normal
• Suara paru bersih
• Pengisian kapiler cepat
• Kesadaran dan orientasi terhadap lingkungan sekitarnya
• Tidak ada edema
• Nilai-nilai laboratorium normal
• Haluaran urin sebanding asupan cairan(dikurangi kehilangan cairan yang tidk dirasakan)
• Tidak ada nyeri dada atau dispnea pada aktifitas minimal • Kaji secara teratur bukti-bukti untuk mengetahui hasil yang diharapkan
• Seimbangkan istirahat dan aktivitas
• Dukung klien untuk melakukan AKS sesuai kemampuan (bantu klien sesuai kebutuhan)
• Pantau respons terhadap program latihan awal dan lanjutan
• Berikan oksigen tambahan
(jika diperlukan)
• Kurangi ansietas :Gunakan dengan pendekatan dengan tenang dan meyakinkan, Berikan informasi ketika klien menunjukan kesiapannya, Hilangkan nyeri secepatnya, Gunakan sentuhan dan kontak mata, berikan tindakan-tindakan yang memberikan rasa nyaman
• Pertahankan sirkulasi volume darah yang adekuat dengan cara: atur asupan cairan. Batasi asupan natrium (jika diperlukan), tinggikan kaki dan tungkai bawah ketika duduk, gunakan kaus kaki penekan tirang baring, pastikan asupan nutrisi memadai.

3. Pencegahan Tersier
Untuk menyeimbangkan masalah kardiovaskular kronis dengan gaya hidup memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara menyeimbangkan suplai energi tubuh dengan kebutuhan. Penyesuaian mungkin diperlakukan baik pada gaya hidup maupun lingkungan untuk memastikan bahwa jantung lansia dapat memenuhi kebutuhan darah yang mengandung oksigen untuk tubuh.
Suatu program untuk membantu keseimbangan ini dimulai melalui pengkajian personal klien, faktor risiko yang dapat diubah. Suatu pemahaman tentang kesediaan dan kemampuan klien untuk mengikuti rencana perawatan yang diberikan akan mengarahkan tindakan keperawatan. Sebagian lansia berseduia untuk membuat penyesuaian terhadap gaya hidup mereka ketika mereka telah memahami secara keseluruhan tentang rekomendasi tersebut dan alasanya. Namun upaya untuk memksa perubahan gaya hidup secara radikal dan multiple biasanyan hanya menghasilkan kegagalan. Melibatkan klien dalam menetapkan prioritas untuk perubahan tujuan jangka pendek dapat mengembangkan saling ketergantungan dan meningkatkan harga diri klien. Setiap usaha untuk memodifiksi perilaku, tidak peduli sekecil apapun, harus didukung karena hal tersebut menggambarkan perkembangan kearah pencapaian tujuan jangka panjang.
Perawat perlu menerima hak klien untuk memilih dengan tindakan mengubah kebiasaan tertentu yang telah dilakukan sepanjang hidupnya seperti merokok atau makan makanan yang tinggi lemak. Perawat memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan dan mengajarkan isi dengan suatu cara yang dapat dipahami dan diterima oleh klien. Namun, bila pemahaman telah tercapai prinsip penentuan diri sendiri yang akan mendorong hak indivisu setiap orang untuk menerima atau menolak hal-hal yang telah diajarkan tersebut.
Pengetahuan klien tentang obat-obatan, diet dan rencana latihannya harus dikaji dan ditambahkan sesuai dengan kebutuhan. Perawat harus meminta klien untuk menggambarkan kegiatanya pada hari-hari dalam satu minggu tertentu dan akhir minggu tertentu. Setiapm aspek rencana perawatan harus didiskusikan dalam rangka memadukan rencana tersebut kedalam rutinitas yang telah dilakukan klien sehari-hari. Saran yang tidak jelas mengkonsumsi obat tiga kali perhari dengan makanan dapat kurang memiliki arti atau membingungkan bagi lansia yang hanya makan satu kali sehari. Selain itu, setiap klien harus memahami tanda dan gejala kondisi yang memburuk dan memiliki rencana untuk memperoleh bantuan medis jika diperlukan.
Perawat harus mengkaji kebutuhan klien untuk membantu AKS dan AKS instrumental. Apakah bantuan tersedia bagi keluarga, teman atau kelompok masyarakat? Pakah bentuk-bentuk bagian ini dapat diperoleh oleh klien? Study sebelumnya telah menunjukan bahwa kuarang teapatnya rencana pemulangan menghasilkan sumber-sumber yang tidak adekuat untuk mediasi, makanan dan transpotasi, juga kurangnya pemahaman tentang program pengobatan, hasilnya adalah tingginya tingkat perawatan. Kembali pada lansia dengan gagal jantung kongesti. Suatu rujukan pada pelayanan sosial atau lembaga kesehatan rumah mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa klien mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk membantu gaya hidup yang dapat meningkatkan kesehatan.
Pemeliharaan masalah kardiovaskular yang berkelanjutan dapat dipandang sebagai suatu tindakan keseimbangan. Banyak lansia yang mendapatkan keuntungan dari program rehabilitasi jantung tertruktur, yang menawarkan bantuan dalam mencapai keseimbangan yang diperlukan setelah serangan jantung atau ketika mengelola efek jangka panjang dari penyakit kardiovaskular.
Suatu program rehabilitasi jantung yang terstrukstur biasanya dimulai dengan aktifitas dini dan progresif segera setalah sistem kardiovaskular stabil.elemen pendidikan ditawarkan ketika klien menunjukan kesiapan untuk belajar. Program dilanjutkan dengan mengawasi komponen latihan. Efek sinergis dari berpartisipasi dalam suatu program dengan orang lain dlam kondisi yang hampir sama dapat mengurangi rasa takut dan isolasi yang sering menyertai kondisi tersebut. Motivasi untuk membuat perubahan gaya hidup yang diperlukan adalah suatu tujuan kunci dari rehabilitasi jantung.

Penuaan Normal
Perubahan yang terjadi pada penuaan turut berperan terhadap fungsi pulmonal. Perubahan lainya seperti kehilangan silia dan menurunya reflek batuk dan muntah mengubah keterbatasan fisilogis dan kemampuan perlindungan pada sistem pulmonal .perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Atrofi otot-otot pernapasan dan penurunan kekuatan otot-otot pernapasan dapat meningkatkan resiko berkembangnya keletihan otot-otot pernapasan pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut turut berperan dalam penurunan konsumsi oksigen maksimum. Perubahan-perubahan pada inerstisium parenkim dan penurunan pada daerah permukaan alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen. Perubahan-perubahan ini bila dikombinasikan dengan sekitar 50% pengurangan respon hipoksia dan hiperkapnia pada usia 65 tahun, dapat mengakibatkan penurunan efisiensi tidur dan penurunan kapasitas aktivitasnya
Implikasi klinis dari perubahan pada sistem respirasi sangat banyak. Perubahan struktural, perubahan sistem pulmonal, dan perubahan sistem imun mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi , kenker paru, emboli pulmonal, dan penyakit kronis seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
Patofisiologi gangguan yang sering terjadi
Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
Infeksi saluran pernapasan bawah adalah infeksi paling sering kedua pada kelompok lansia dan penemonia merupakan penyebab kematian pertama oleh proses infeksi. Pembersihan jalan napas yang tidak efektif, peningkatan kolonisasi, dan gangguan respon sistem imun pada lansia dapat mencapai puncakanya dengan pneumonia. Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi akuisisinya: yang diperoleh dari komunitas, nosokomial (diperoleh dari rumah sakit), aspirasi, dan yang diperoleh dari panti jompo.
Pneumonia menyerang jalan napas terminal, organisme yang menyerang akan bertambah banyak dan melepaskan toksin yang memicu respon inflamasi dan respon imun. Setelah itu, mediator biokimia dilepaskan yang merusak membran mukosa bronkus dan membran alveolokapiler, menyebabkan edema. Acini (bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus) dan bronkiolus terminalis dipenuhi dengan debris infeksi dan eksudat.
Lansia yang berada diinstitusi perawatan cenderung untuk mengalami pneumonia karena perubahan kesadaran (stroke dan sedasi) yang dapat meninggalkan jalan napas tanpa perlindungan. Mereka yang mengalami gangguan mobilitas, yang turut berperan terhadap ketidakefektifan respirasi. Lansia yang baru mengalami infeksi virus (yaitu influnsa) berresiko tinggi karena infeksi virus meningkatkan penempelan mukosa pada infeksi bakteri dan virus. Infeksi virus dapat juga mengganggu transport mukosilia
Tuberkulosis adalah suatu petumbuhan epidemik diantara lansia yang merupakan segmen pertumbunhan tercepat pada populasi amerika serikat. Apakah ini adalah infeksi baru atau reaktivasi dari infeksi lama tidak diketahui dengan jelas. Lansia beresiko tinggi karena adanya kondisi kronis yang menyertainya (misalnya diabetes), status nutrisi yang buruk dan obat-obat atau imunosupresi atau penyakit.
Tuberculosis (TB) disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan basil tahan asam. Penularan khususnya lewat droplet yang terhirup. Mikroorganisme ini biasanya mengambil tempat pada bagian apeks paru.
Mikroorganisme akan bertambah banyak dan menyebabkan pneumonitis yang memicu respon imun. Neutrofil dan makrofag yang menutupi dan meliputi basil-basil, mencegah penyebaran lebih lanjut. Penutupan tersebut menyebabkan pembentukan tuberkel granuloma. TB akan tetap dorman atau mengalami reaktivasi, atau mungkin tidak pernah dapat diatasi karena gangguan respon imun.
Kanker Paru
Penyebab kematian utama yang berhubungan dengan kanker pada pria dan wanita adalah kanker bronkogenik, angka insidensi telah meningkat secara tetap, dengan peningkatan paling besar terjadi pada wanita

Penyakit Paru Obstruktif (PPOK)
PPOK adalah penyakit penyebab utama kematian kelima pada lansia. PPOK meliputi tiga kondisi yang terjadi dalam satu bentuk umum, yaitu obstruksi aliran ekspirasi. Jika proses obstruksi dapat diperbaiki, hal itu disebut asma; jika obstruksi dihubungkan dengan hiperekspresi mukus, hal itu disebut bronkhitis kronis, dan jika terdapat kerusakan jaringan alveolar, hal itu disebut emfisema. Meskipun ketiga hal itu dapat terjadi secara terpisah, tetapi sering terjadi secara bersama-sama
Asma adalah obstruksi jalan napas yang dapat diperbaiki, yang dipicu oleh respon berlebihan jalan napas yang dihubungkan dengan inflamasi. Inflamasi dapat berupa virus, bakteri, dan alaergi. Pelepasan mediator inflamasi menyebabkan otot polos bronkus mengalami spasme, kongesti vaskuler, peningkatan permaebilitas dan kebocoran vaskuler, dan pembentukan edema.
Asma sering tidak dikenali pada lansia, walupun separuh dari lansia mengalami perkembangan penyakit ini setelah berusia 65 tahun, khususnya pada lansia, alergen menjadi kurang terlibat, dan refluks esophagus dapat menjadi pemicu inflamasi yang sering menyebabkan bronkospasme. Lansia penderita asma sering mengalami penurunan parameter fungsi pulmonal yang lebih besar dan disfungsi reseptor B-adenergik.asama yang terjadi dalam waktu lama dapat.


REFERENSI
NN. 2007. Ageing. http://subhankadir.wordpress.com/2007/08/20/9/. Diakses tanggal 18 Maret 2008.
NN. 2008. Proses Menua. http://www.sehatgroup.web.id/isiHigh.asp?High ID=50. Diakses tanggal 18 Maret 2008
NN. 2007. Lanjut Usia. http://psychemate.blogspot.com/2007/12/late-adulthood-lansia.html . Diakses tanggal 18 Maret 2008.
Sri Kuntjoro, Zainuddin. 2002. Masalah Kesehatan Jiwa Lansia. http://www.e-psikologi.com/usia/160402.htm#empat Diakses tanggal 18 Maret 2008.
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar